Legenda Penunggu Gunung Lawu

Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Gunung Lawu merupakan gunung tertinggi ke 3 setelah Gunung Slamet dan Gunung Sumbing. Dibanding Gunung Semeru atau Gunung Slamet , Gunung Lawu merupakan gunung terdingin. Bahkan ketika malam hari suhu bisa mencapai -5 derajat. Tak heran jika orang berkunjung ke sana nanti nya bakal mager.

Untuk jalur pendakian nya, Gunung Lawu mempunyai 2 jalur pendakian. Yang pertama yaitu Cemoro kandang, terletak di ujung kota Tawangmangu. Pos Cemoro Kandang ini dikelola oleh Kelompok Pecinta Alam yang tergabung dalam wadah Anak Gunung Lawu. Jalur Cemoro Kandang jaraknya lebih jauh dibandingkan dengan jalur Cemoro Sewu, namun jalur ini agak landai sehingga dapat digunakan untuk melakukan petualangan sepeda gunung.

Kemudian jalur yang selanjut nya adalah Cemoro sewu, terletak di kota Magetan. Jalur melalui Cemoro Sewu lebih nge-track, namun akan mencapai puncak dengan cepat. Jalan pendakian dari Cemoro Sewu cukup tertata dengan baik dengan batu-batuan yang sudah ditata. Di dekat pintu masuk Cemoro Sewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang ternyata adalah makam. Terutama bagi pemula, Sebaiknya tidak melakukan pendakian melalui jalur ini pada malam hari karena medannya berat. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.

Dengan mendaki gunung kita bisa sambil mentadabburi alam sekitar yang telah diciptakan oleh Allah. Tadabbur Alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal ke Maha Besaran Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya.

Bisa juga sebagai sarana untuk muhasabah diri. Bahwa kita itu kecil dimata Allah. Tidak sebanding dengan ciptaan Allah yang luar biasa indah nya.

Misteri Gunung Lawu

Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.

Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Praja Mangkunegaran

Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar si pelaku diyakini bakal bernasib naas.

Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.

Hargo Dalem

    

Terdapat sebuah bangunan di sekitar puncak Argodumilah yang disebut Hargo Dalem untuk berziarah, di sinilah tempatnya Eyang Sunan Lawu. Tempat bertahta raja terakhir Majapahit memerintah kerajaan makhluk halus. Hargo Dalem adalah makam kuno tempat Sang Prabu Brawijaya. Peziarah biasanya melakukan pisowanan (upacara ritual) sebanyak tujuh kali untuk dapat melihat penampakan Eyang Sunan Lawu.

Saya sendiri ketika pertama kali berkunjung ke tempat tersebut takjub dengan keadaan yang ada. Banyak sekali perbuatan yang dilakukan masyarakat setempat yang mengandung unsur kesyirikan. Banyak sesajian di dalam nya.

Sendang Drajat

Menurut masyarakat sekitar air nya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.Menurut kabar angin yang saya dengar di sekitar dan di atas Gunung Lawu konon bila orang yang datang ke Gunung Lawu mendapati air Sendang Drajat dalam keadaan penuh atau melimpah maka Rejekinya untuk setahun ke depan akan melimpah dan bila orang yang ke Lawu mendapati air sendang sedang kering atau asat maka rejekinya untuk setahun ke depan akan kering dan asat pula.

 

 

Puncak Hargo Dumilah

Puncak Hargo dumilah merupakan puncak tertinggi di Gunung Lawu

Mendaki gunung lawu adalah pengalaman pertama ku mendaki gunung, ketika itu umur ku baru menginjak usia 15 tahun. Sempat dilarang oleh orang tua ku karena mereka khawatir bakal terjadi apa yang tidak di inginkan karena usia ku pada waktu itu masih kecil. Setelah sempat melewati proses negosiasi yang alot akhir nya orang tua mengijinkan ku untuk mendaki.

Untuk mendaki sebuah gunung diperlukan persiapan yang matang. Tidak cukup dengan mempersiapkan bekal tetapi kondisi tubuh juga harus dipersiapkan. Jauh-jauh hari sebelum keberangkatan kita harus sering melakukan pemanasan seperti lari-lari agar stamina kita nantinya kuat kemudian latihan membawa beban berat karena nanti yang bakal dibawa adalah barang-barang berat semua dan itu harus dibawa selama kurang lebih 7 jam perjalanan. Belum lagi nanti jika bertemu trek yang menanjak.

Setelah semua persiapan dirasa cukup, perjalanan pun dimulai. Start dari Cemoro Kandang yang medan jalan nya lumayan gampang dibanding Cemoro Sewu yang trek nya banyak menanjak nya. Perjalan sekitar kurang lebih selama 7 jam. Maklum lah lama karena ini baru pertam kali nya mendaki gunung.

Ketika itu cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan yang lumayan deras mengguyur rombongan kami. Karena kami lupa tidak membawa jas hujan terpaksa kami melakukan perjalan dalam keadaan basah kuyup. Udara dingin di sana masih belum terlalu terasa karena waktu itu siang hari.

Sesampai nya di pos 2, kami bertemu dengan seorang bapak-bapak sedang menyalakan api yang lumayan besar. Sambil beristirahat kami menumpang di perapian yang bapak tadi buat, lumayan lah bisa untuk ngeringin baju. Setelah dirasa tenaga sudah kembali, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos yang selanjut nya.

Sial nya di tengah-tengah perjalan dari pos 3 menuju ke pos 4 hujan kembali turun. Suasana di sana pada waktu itu adalah alam terbuka, alhasil kita basah kuyup lagi. Untung nya di pos 4 ada sebuah bagunan kecil yang bisa dipakai untuk berteduh sementara. Di pos 4 kita bisa melihat telaga Sarangan.

Sampai di puncak sekitar menjelang magrib. Yang aku heran kan lagi adalah di atas puncak ada sebuah warung kecil. Pemiliknya bernama Mbok Yem. Seringkali warung ini juga merangkap sebagai tempat penginapan. Kamu  juga akan bertemu dengan sesama pendaki di sana yang sama-sama melepas lelah selama berjam-jam mendaki gunung.

Warung makan Mbok Yem

Biarpun selalu ramai dikunjungi ratusan pendaki, namun Mbok Yem tak pernah kehabisan stok bahan makanan.

Menu andalan berupa nasi pecel beserta telor ceplok selalu siap dihidangkan. Pun demikian dengan aneka wedang dan softdrink.

“Ada orang yang mengirim bahan makanan ke sini, tiga kali dalam seminggu,” kata Mbok Yem.

Dilansir dari tribunnews.com Mbok Yem sudah tinggal di sekitar puncak Gunung Lawu sejak tahun 1980-an. Yang menakjubkan lagi ia hanya turun 3 kali dalam setahun, yaitu saat Idul fitri dan ada keluarga yang sedang punya hajat atau hari-hari besar.

Untuk pasokan air bersih, Mbok Yem mendapatkannya dari mata air Sendang Drajat yang terletak di Basecamp Pos 5.
Jauhnya dari pondok Mbok Yem bisa ditempuh jalan kaki kira-kira selama 10 menit.

Maka tak heran para pendaki menjuluki nya sebagai penunggu Gunung Lawu.

Ada satu lagi tempat yang unik di atas puncak Gunung Lawu. Sebuah bangunan yang tersusun dari sekumpulan botol bekas air mineral dan beberapa kaleng bekas minuman. Rumah ini bisa di huni terlihat dari pintu nya ada sebuah gembok aus yang terpasang.

Lalu siapa yang seseorang yang berinisiatif membangun rumah tersebut?

Mas Bowo, sang kreator rumah botol

Namanya adalah Bowo, seorang pendaki yang bisa dibilang “gila gunung” kenapa dibilang gila gunung ? tidak seperti pendaki lainnya yang naik lalu keesokan harinya turun, mas Bowo ini pernah berada di gunung selama 40 hari untuk mencari tanaman jamu lho, bahkan pernah juga anaknya yang baru berusia 5 tahun juga diajak mendaki gunung, tentunya dengan perhitungan matang.

Tentang rumah botol ini, awalnya mas Bowo prihatin dengan sampah botol plastik yang berserakan ditinggalkan pendaki tak bertanggung jawab begitu saja, lalu karena tidak ada kerjaan, ia berinisiatif untuk mengumpulkan botol-botol tersebut, dan dibangunlah sebuah bangunan yang lebih dikenal dengan nama rumah botol.

Leave a Comment