HijrahGRAM : Sang Penasehat di Instagram

HijrahGRAM : Sang Penasehat di Instagram

Penulis : Anisah Pujianti Pasai

“Aku ingin Hijrah, Bunda!” teriak Dini kedua kalinya saat Bunda tidak mendengar apa yang ia katakan barusan.
Bunda tercengang, terpaku menatap Dini. Ada apa gerangan dengan Dini? Seorang gadis remaja fashionable yang tak pernah memakai kerudung kecuali sekolah dan idul Fitri, gadis remaja pecinta sosial media yang memiliki followers instagram ribuan.

“Bunda…bantu aku,” Dini menangis.

*****

H-7: Dini mematut dirinya dicermin, sempurna. Make up natural ala Dini, sekarang sudah siap untuk hang out bersama temannya. Mereka menuju cafe dengan nuansa yang cocok buat mereka yang suka foto dan upload ke sosial media.

“Kalian udah lihat kabar belum? Adam, si cowok ganteng satu SMA sama kita, foto dia udah nggak ada di instagram! Sekarang malah cuma gambar dengan kata-kata motivasi yang membosankan!” Raras memulai sebuah percakapan dengan membicarakan orang lain. Dini jelas kaget dengan itu, dia salah satu fans cowok itu tentunya, siapa sih yang gak terpesona.

“Sayang ya, padahal mukanya ganteng banget, likes nya aja hampir seribu,” kini si Azla yang menyambung. Dini masih berkutat dengan handphonennya. Melihat-lihat akun milik si Adam itu, memang benar isinya hanya kata-kata motivasi yang membosankan. Tapi itu bukan sekedar motivasi, itu ayat-ayat Al-qur’an. Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya. Dini menggumam kalimat itu sambil melirik teman-temannya.

“Kamu ngomong apa Dini?” tanya Azla heran.

“Ah..nggak,”

Klik! Satu foto untuk hari ini, di upload ke Instagram. Semua harus tahu apa yang Dini pakai, lakukan. Demi followers, dan Dini sangat suka melihat dirinya sangan cantik di Instagram, dia ingin jadi selebgram!

H-6 : Pulang sekolah, Dini, Azla, Raras, dan Lily jalan-jalan ke Mall dekat sekolah. Mereka bawa motor masing-masing. Mereka berganti pakaian yang sengaja dibawa, mereka tidak mau memakai baju seragam itu, apalagi dengan kerudungnya. Hei, siapa sangka dia bertemu Tika, teman SMP yang sebutannya adalah trouble
maker buat sekolah. Sering cabut, ribut, tidak takut kepada siapapun, sering tidur, pernah sekali mencoba rokok, kenakalannya sangat sempurna. Tapi sekarang? Dia sudah berbeda, tak ada sama sekali bekas kenakalan itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“Aku hijrah, Dini!” kata Tika antusias. Dia tersenyum hangat, menyejukkan hati. Tika yang dulunya tidak pernah rapi dalam berpakaian, kini lihatlah. Pakaiannya memang sederhana dengan kerudung panjangnya itu, tapi sangat indah dilihat, wajahnya bersih akibat air wudhu.

“Kamu lebih cantik pakai kerudung loh”. Lily, Azla, dan Raras saling pandang canggung meski yang dibilang adalah Dini.

“Ahhh, bisa aja,” Dini tertawa canggung. “Aku belum dapat hidayah, belum bisa pakai kerudung terus. Belum bisa menutup aurat terus. Tapi aku perbaiki hati terus kok, haha.”

Tika tetap tersenyum. “Kamu menutup aurat dulu, baru kemudian hati akan mengikuti”.

“Menutup aurat nggak boleh dipaksa kan ya?” sambung Azla memandang Raras, Lily, dan Dini bergantian. Lily dan Raras mengangguk setuju. Sementara Dini mengingat kata-kata dari akun instagram Adam. Dia hanya mengangguk pelan.

“Aku nggak memaksa kok, tapi itu sebuah kewajiban bagi seorang muslimah seperti kita. Kalian benar-benar cantik deh kalau pakai kerudung. Dan hidayah itu dicari, bukan di tunggu, kayak aku. Kalau aku dulu hanya menunggu hidayah, aku nggak akan seperti ini mungkin, akan tetap menjadi Tika si trouble maker”.

Tika memeluk mereka satu-satu, pamit pulang karena urusannya sudah siap. Ia tak lupa memberikan akun instagramnya kepada mereka, follow ya! Raras langsung mengecek, isinya sama seperti si Adam itu.

“Huhh, postingannya membosankan, sama kayak Adam. Jangan-jangan mereka jodoh lagi!” Lily teriak histeris.

“NO!!” Raras mengikut.

“Kamu kok melamun terus, cek tuh ig nya”, Azla membuyarkan lamunan Dini.

H-5 : Malam hari di ruang tamu Dini sangat ramai, suaranya. Sebenarnya isinya hanya 4 orang. Tapi dua orang adik Dini sangat gaduh. Dan herannya Ayah mau terus main dengan mereka, padahal ayah selalu jadi korban pemukulan, jadi kuda, korban tabrak lari oleh mereka. Setidaknya ia bersyukur besok hari minggu. Bunda serius menonton serial
drama yang tidak tamat-tamat itu di TV. Kakaknya, disamping bunda duduk di sofa, tapi perhatiannya hanya pada smartphonenya. Dini? Disamping kakaknya, juga main smartphone.

“Eh, lihat deh dek. Lebay banget gak sih pakai gamis besar, kerudung panjang nya yang kebangetan. Kan yang penting menutup aurat kan? Kayak kakak? Kalo kamu sih memang gak pakai, contoh kakak aja ya kalau menutup aurat. Susah tahu pakai kayak gini, gimana kalau….” kak Tia terus mengoceh.

Dini hanya diam. Tapi dalam hati Dini, kenapa menolak yang semua kak Tia katakan ya? Kenapa dia tidak setuju? Padahal dia saja tidak mau pakai kerudung. Ah belum dapat hidayah kok.pikir Dini. Hidayah itu dicari, bukan ditunggu.. Dini kembali teringat kata-kata Tika.

“Ahhhh!!!!” jerit Dini membuat semua orang terdiam menatapnya. Bahkan bunda, padahal drama itu sedang seru-serunya –sitokoh jahat ketahuan kedoknya.

H-4 : Lily, Azla, dan Raras ngajak hang out hari ini, seperti biasanya. Sayangnya, hari ini dia sakit. Hanya bisa berbaring di tempat tidur. Jadi mereka memutuskan untuk menjenguk Dini, tapi Dini benar-benar ingin sendiri hari ini, ia menyuruh mereka tetap hang out bertiga.

“Maafin bunda ya, bunda tadi pengajian rutin di masjid. Nggak enak juga nggak datang. Tapi Bunda udah nitipin ini kok sama Ayah, jadi tenang aja, oke?” Ayah masuk kekamar membawa obat untuk Dini. Dini tersenyum. Ia ingat dulu sangat dekat dengan Ayahnya, layaknya seperti adik kecilnya tadi malam yang sering bermain dengan ayah. Tapi saat mulai SMA, dia lebih peduli kepada fashion, cinta, teman-teman gaul, sosial media, sampai lupa sama kualitas bersama keluarga. Ah, kenapa dia baru sadar itu ya. Coba kalau hari ini Dini tidak sakit, pasti tidak bisa mengobrol dengan ayah, lebih sibuk dengan temannya.

“Dini, kamu sudah besar ya sayang. Ayah cemburu tahu sama teman-teman kamu, lebih sering ketemuan sama kamu, sering foto bareng, sering makan bareng.” Kata-kata itu benar-benar menusuk hati Dini. Ayah lebih menua sekarang, apa yang bisa ia lakukan? Kenapa dia lebih takut kehilangan followers daripada ayah? Dini hampir mau menangis.

“Jangan cemburu ayah, Dini selalu disini kok.” Dini tersenyum. Ayah mengusap puncak kepalanya, lalu menciumnya. Sudah lama tidak begini. Ia cepat-cepat mengusap air matanya yang jatuh. Satu postingan Tika terbaru, dini
melihatnya di instagram. Sebuah video ceramah. Satu rambut wanita dilihat laki-laki yang bukan muhrim, maka satu dosa untuk wanita tersebut, sementara rambut wanita pasti beribu-ribu, maka segitulah dosa yang didapatkannya. Satu langkah kaki kita keluar rumah tanpa menutup aurat, maka satu dorongan ayah kita untuk ke neraka. Kalimat ini, benar-benar membuat Dini menangis. Apa yang dia lakukan kepada ayahnya?

H-3 : “Kamu udah sembuh total kan Dini? Aku lihat kamu kok sering melamun hari ini?” Lily menatap Dini khawatir.

“Tenang guys, aku gak apa-apa,” Dini mencoba tersenyum, mereka lega.

Posisi mereka sudah duduk di sebuah cafe lagi-lagi dekat sekolah. Lily, Raras, Azla membuka kerudungnya, kepanasan. Sementara Dini, hanya diam cemas. Tentu saja mereka heran.

“Kamu kok nggak buka Dini?” tanya Raras.

“Eumm, aku, emm, karena sakit belum sempat keramas, jadinya rambut aku lepek, aku malu,” jawab Dini sedikit berbohong. Memang sih, rambutnya lepek, tapi kalau kepanasan biasanya dia tidak peduli.

“Kamu udah dua hari nggak upload foto Dini? Nanti followers kamu berkurang loh,” Raras mengaduk-ngaduk eskrimnya.

Ah ya, Dini bahkan lupa mengenai keinginannya akan selalu upload setiap hari. Tapi, kali ini sungguh susah untuk mewujudkannya lagi. Dia membuka instagram, postingan terbaru Adam kali ini. Gambar dengan kata-kata. Ya Allah maafkan aku yang dulu pacaran. Aku menyesal, kini aku tahu itu dosa.

H-2 : Kali ini pulang sekolah- dengan masih memakai seragam. Dini dipaksa menemani bunda ke pesta pernikahan anak sahabatnya, mengingat ayah masih dikantor, dan kakak masih kuliah. Adik-adiknya? Di titipkan kepada tetangga, tidak mungkin mereka di ajak. Dan pesta pernikahan adalah hal yang dibenci Dini, membosankan. Hanya orang tua yang bersenang-senang disini. Setidaknya makanan dan minuman yang tersedia enak dan kekinian sekali.

Setelah bunda ngobrol dengan sahabatnya itu, ia menghampiriku yang duduk dekat pintu masuk gedung, memastikan anaknya tidak mengamuk kebosanan. Dan disanalah seseorang itu muncul, bunda bahkan mengenalinya. Dini bahkan tercekat menyebut namanya, dan siapa dia di masa lalu Dini. Wahyu, bekas pacar Dini.
Dan bersama cewek lain. Dini menatap bundanya, dia malu sungguh.

Dia mengingat postingan Adam. Ya, dia sungguh menyesal pernah pacaran, lihatlah, yang ia lakukan sia-sia, penuh dosa. Dini memiliki Wahyu tidak sampai pernikahan, lantas untuk apa dia menyia-nyiakan waktu seperti itu. Mata Dini merah, menahan tangis. Bunda paham, bunda menutupi Dini agar tidak dilihat Wahyu. Bunda langsung mengajak Dini pulang.

“Kamu sedih lihat dia udah punya cewek lain?”

“Nggak, bunda. Dini sedih kenapa mau pacaran dulu. Toh akhirnya aku nggak tahu kan dia jodoh Dini atau bukan. Dini cuma sedih melakukan perbuatan yang sia-sia, bahkan buat dosa, Dini menyesal.”

H-1 : Dini bingung akan membawa pakaian ganti atau tidak saat ke mall pulang sekolah nanti, sementara kalau bawa pasti dia harus melepas kerudung, ia takut. Dari depan ayah memanggil Dini untuk berangkat.

“Kamu nggak ganti pakaian Dini?” siang ini lagi-lagi Lily heran Dini seperti ini. Dini bimbang. Akhirnya ia memutuskan untuk mengganti pakaian, tapi kerudung tetap ia pakai. Mereka jelas terheran-heran.

“Kamu nggak fashionable kalau gitu, Dini!” Raras kesal melihat perubahan Dini.

“Aku, mau pakai kerudung terus.” Mereka terdiam tidak percaya. Dini mengatakan hal seperti itu? Ini bukan mimpi,kan?

“Kamu nggak asik!” Azla mengajak mereka untuk duluan pergi.

Dini dilema dengan semua ini, kenapa ini sangat rumit? Ya Allah sekali ini saja.. Mereka akhirnya tetap seru-seruan seperti biasa, Dini akhirnya melepas kembali kerudungnya. Hal aneh terus dirasakan Dini, semua orang seperti melihatnya, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kenapa selama ini ia tidak pernah merasakannya? Setiap kali
laki-laki lewat pasti melihatinya dan teman-temannya.

Apa mereka tidak risih? Raras menyuruh Dini mengupload foto kembali, foto mereka barusan. Tentu saja tanpa kerudung. Dini sungguh tidak ingin melakukannya. Raras karena kesal langsung mengupload sendiri menggunakan smartphone Dini. Dini hanya melihatnya sedih. Likenya langsung bermunculan, komen ‘cantik’, rambutnya keren, orang sekitarnya juga terus melihatinya. Ini tidak benar, Dini sungguh-sungguh ingin berlindung.

“Aku pulang duluan ya!” Dini berlari menuju ke parkiran, menghidupkan motornya, ia mengendarainya dengan cukup kencang.

Dini terus melamun mengenai kesalahannya dari dulu, dan kenapa dia tidak bisa bertahan memakai kerudung. Brukk!! Dini tidak melihat motor gede didepannya berhenti, ia terjatuh, ia pingsan.

Hari-H
Dahi Dini di perban, juga betisnya, dia tidak apa-apa. Tapi pikirannya kacau. Dia tidak tahu apa yang bisa dia lakukan sekarang, ia hanya bisa menangis terus-terusan. Ayah, bunda, kak Tia dan adik-adiknya terheran-heran. Dokter juga tidak bisa menjelaskan, akhirnya beliau pamit dari rumah mereka.

“Kamu kenapa sayang?” tanya bunda lembut. Dini meraih smartphonenya, melihat instagramnya. Sudah ratusan foto yang ia upload. Dan itu semua tidak ada yang menutup aurat. Dini langsung menghapus semua fotonya. Mulai kedepan, dia akan seperti Tika atau Adam yang membagikan nasehat baik di instagram.

“Kenapa Ayah sama bunda nggak nyuruh, bukan, nggak memaksa Dini menutup aurat, sih?” Ayah menatap bunda kebingungan. Kak Tia heran, ia mengajak adik-adiknya kecuali Dini keluar kamar. “Aku mau hijrah, Bunda!”

*****

Dini masih terus menangis, ayah tersenyum bahagia melihat anaknya sudah besar. Bunda memeluk Dini sambil mengelus punggungnya. Kak Tia kembali ke kamar.

“Bunda bakalan bantu kamu kok, mau beli pakaian baru?” bunda menggoda Dini. Dini tersenyum.

“Tinggal beli kerudung aja kan, kayak kakak aja tahu, masih bisa fashionable meski pakai kerudung,” kata kak Dini bergaya.

“Nggak! Dini mau hijrah sepenuhnya, kayak Tika! Dini nggak mau dilihatin orang- orang pakai baju ketat,itu sama kayak gak menutup aurat tau kak,”Dini melanjutkan tangisnya. Bunda kembali memeluknya.

“Iya, iya sayang, tapi Tika siapa ya? Ayah kenal, nggak?”