Ceri sudah pandai terbang sekarang, Anak cendrawasih dengan bulunya yang makin panjang itu, gemar sekali mencari buah-buahan yang segar. Sesekali dia terbang cepat untuk mengejar serangga kecil, terkadang dia juga meniru elang yang terbang dengan sangat berwibawa. Ceri sangat menyukai terbang diatas pucuk pepohonan yang tinggi.
Dalam setiap penerbangannya, Ceri selalu melihat pemandangan di sekelilingnya. Dia sangat kagum dengan keindahan alam dihutan Papua itu. Suara-suara binatang hutan nyaring terdengar, burung burung yang bernyanyi, serta suara angin yang meniup pepohonan tinggi dengan suaranya yang menenangkan hati Ceri.
Suatu ketika, Ceri terbang sangat jauh. Dia bermain bersama kedua temannya dari pagi hingga siang hari, ibunya menunggu dengan perasaan cemas, karena hingga menjelang sore Ceri belum juga pulang. Ibunya berniat mencari Ceri dia telah memberitahukan burung Kakak Tua bahwa Ceri hilang.
Ibu Ceri berpesan kepada Kakak Tua, jika ada Ceri pulang, jangan mencari ibunya, karena menjelang malam nanti, Ibunya sudah pasti akan pulang.
Burung Kakak Tua adalah burung yang pandai meniru suara. Bahkan suara ibu Ceri juga dikatakan berulang ulang. “Ceri jangan pergi… Ceri jangan pergi… Ibu pulang sebelum malam”. Begitulah Kakak Tua itu berkata sambil manggut-manggut.
Setelah berpamitan pada burung Kakak Tua, Ibu Ceri langsung terbang mencari ke arah barat. Dia melirik ke kanan dan ke kiri untuk mencari petunjuk. Sesekali dia berhenti dan bertanya kepada burung yang lainnya.
“Selamat sore burung Nuri? Aku mencari Ceri anakku yang suka terbang tinggi. Kamu melihat dia tidak hari ini, karena sejak tadi pagi dia pergi, dan belum pulang hingga sore ini”
Ibu Ceri bertanya kepada kawanan burung Nuri yang sedang berjajar di dahan pohonMatoa. Burung nuri saling bertatapan dengan temannya. kemudian salah satu diantara mereka ada yang berbicara.
“Kami melihat Ceri tadi pagi, dia terbang ke arah sana”
Burung Nuri yang berwarna merah bergaris biru itu berkata. Dia mengangkat sayap kanannya untuk menunjukkan arah. Darisana, dapat terlihat hutan Merbau yang daunnya hijau tua dan hijau muda di pucuknya, terlihat sangat jelas.
Setelah berpamita untuk Mencari Ceri, Ibu Ceri kemudian bergegas terbang. Dia dengan cepat telah sampai di atas pohon-pohon Merbau yang tinggi. Diatas pepohonan itu, dia menelusuri pertanda keberadaan Ceri. Dia terbang berputar secara perlahan, kemudian terus terbang mencari lagi dengan perasaan cemas.
Ibu Ceri kemudian melihat bunga bunga yang indah. berwarna warni di dekat sungai setelah melewati pepohonan merbau yang tinggi itu. Kemudian dia turun untuk menghilangkan rasa haus dan letihnya karena terbang terus mencari Ceri.
Ketika sampai di bunga yang menyerupai taman itu. Disana terdapat beberapa Kupu-kupu yang sedang menghisap sari bunga dengan riang. Mereka terlihat indah dengan warna sayap yang besar itu. Ibu ceri kemudian mendekati Kupu-kupu itu untuk bertanya.
“Kupu-kupu aku sedang mencari anakku. Dia bernama Ceri, apakah kamu melihatnya hari ini?”
Mendengar ada yang bertanya, Kupu-kupu itu kemudian menoleh. Dengan ramah dia tersenyum, kemudian mendekati ibu Ceri. Sayap Kupu-kupu itu terlihat indah sekali, dia adalah Kupu-kupu sayap burung peri. Ukurannya cukup besar, jika sayapnya dibuka bisa melebihi telapak tangan orang dewasa.
Kupu-kupu itu melihat ibu Ceri dengan perasaan khawatir. Kemudian dia mempersilahkan Ibu Ceri untuk minum di sungai terlebih dahulu. Karena ibu Ceri terlihat sangat kehausan. Selain itu, ibu Ceri juga sangat terlihat kelelahan, tetapi semangat untuk mencari Ceri begitu terlihat jelas dari matanya yang bersinar itu.
Ibu Ceri kemudian membalikkan badannya, dia melangkah untuk meminum air dari sungai itu. Airnya sangat jernih dan terasa menyegarkan. Hingga dia merasa segar kembali, kecemasan dan kelelahanpun seketika itu sirna dari wajahnya.
“Aku melihat Ceri tadi pagi. Dia pergi ke hutan terlarang, aku sudah mencegahnya. Tapi dia dan kedua temannya bersikeras untuk pergi kesana. Cepatlah kau pergi kesana! Karena hingga saat ini, aku belum melihatnya terbang untuk kembali”
Kupu-kupu sayap peri itu berkata. Ibu Ceri langsung terdiam sejenak. Paruhnya masih berada di dalam air, tapi pikirannya sudah terbang dan membayangkan Ceri yang pergi ke hutan terlarang.
“Benerkah apa yang kau katakana itu?” Ibu Ceri bertanya dengan perasaan yang sangat cemas.
“Aku tidak berbohong, cepatlah kau pergi kesana!”
Mendengar perkataan itu, ibu Ceri langsung meloncat dan terbang. Dia sangat khawatir dengan keadaan Ceri dan temannya itu, karena mereka terbang ke Hutan Terlarang. Kini ibu Ceri tidak memperhatikan keadaan di bawahnya lagi, karena dia ingin segera cepat sampai di hutan terlarang.
Dalam keadaan cemas itu, Ibu Ceri berusaha keras untuk terbang secepat cepatnya. Dia tidak memperdulikan lagi kelelahan dan jarak yang ditempuhnya. Diapun menyesal tidak pernah memberitahukan larangan kepada Ceri.
Bahwa Hutan terlarang itu memang berbahaya untuk dikunjungi. Kehidupan disana memang tidak baik untuk keluarga mereka sebagai Cendrawasih. Selain itu, Hewan yang lainpun sudah jarang yang berada disana. karena sangat berbahaya, oleh karena itulah dinamakan Hutan Terlarang.
Samar dari kejauhan, ibu Ceri melihat sebuah pohon tua yang sudah kering. Rantingnya pohonnya sudah terlihat lapuk dan tidak berdaun lagi. Pohon itu adalah pohon yang paling dekat dengan Hutan Terlarang itu adalah pohon tertua yang sangat tinggi.
Entah kenapa, ibu Ceri terus memperhatikan pohon di depannya itu. Sejak pohon itu terlihat sebesar semut dari kejuahan pun, Ibu Ceri terus memperhatikannya. Ternyata firasatnya benar, karena semakin dekat, pohon itu semakin terlihat jelas. Dan disana ada Ceri bersama kedua temannya sedang bertengger menghadap ke Hutan Terlarang.
“Ibuuuu!”
Ceri berteriak ketika telah menyadari ibunya sedang terbang mendekati mereka. Ibu Ceri terlihat tidak terlalu cemas lagi, karena Ceri masih dalam keadaan baik baik saja. Dia sudah semakin dekat, dan akhirnya sampai juga di pohon tua yang sudah kering itu.
Ibu Ceri langusung bertengger dengan nafas yang tersenggal. Diapun langsung memeluk Ceri dengan sayapnya yang bergetar. Ibu Ceri memang sangat lelah telah terbang jauh kesana. Dengan perasaan lega, Ibu Ceri menangis karena dapat menemukan Ceri. Teman teman ceri menunduk, mereka menyadari telah melakukan kesalahan. Pasti orang tua mereka juga sedang cemas, karena mereka belum pulang.
“Sukurlah nak, kamu tidak apa-apa”
Ibu Ceri berkata sambil meneteskan air mata. Tanpa disadari, teman-teman Ceri juga berlinang air mata. Mereka terharu dengan kasih sayang Ibu Ceri itu. Mereka juga meyakini, bahwa orang tua mereka pasti sedang kebingungan mencari mereka. Ceri diam menunduk dan menyadari kesalahannya.
“Apa yang sedang kalian lakukan disini?”
Ibu Ceri bertanya setelah melepaskan pelukannya dari Ceri. Ceri dan kedua temannya terdiam, mereka kini menghadap kea rah Hutan terlarang. Disana terlihat hutan tandus dengan tidak terdapat satupun pohon yang berdiri, hanya beberapa bangunan dan lubang besar saja yang ada disana. Sangat besat hingga merea tidak mungkin bisa terbang untuk melintasinya.
“Kami sedih bu, lihatlah! Disana terlihat sangat panas dan berdebu. Tidak ada pohon dan hewan yang berkeliaran disana. Kami juga tidak melihat sungai, bagaimana itu bisa disebut hutan Bu?”
Ceri berkata dengan tatapan yang sangat sedih. Karena yang dilihat dihadapannya hanyalah tanah yang kotor dan tidak sejuk lagi. Ceri tidak bisa membayangkan, bagaimana bisa ada kehidupan di tanah seperti itu.
Ibu Ceri terdiam, dia terlihat mengatur nafas. Pandangannya kini sama dengan Ceri, mereka menghadap ke Hutan Terlarang. Ibu Ceri sepertinya sedang mengenang masa lalu. Dia menatap dengan tatapan yang hampa dan kosong. Setelah terlihat siap dengan perkataannya, Ibu Ceri mulai bercerita.
“Nak… Dulu nenek moyang kita tinggal disana. Nenekmu pernah bercerita, bahwa masa kecilnya tinggal d Hutan Terlarang ini. Keadaan hutan itu dulu memang indah. Banyak pepohonan yang tinggi dan besar…”
“Tapi… kenapa jadi seperti ini Bu?” Dengan penasaran Ceri bertanya. Ibunya menarik nafas panjang, kemudian mulai bercerita lagi.
“Itulah, nenekmu bercerita dulu. Bahwa telah terjadi penebangan pohon secara besar besaran. Kemudian ada penggalian tanah yang sangat luas, hingga semua hewan yang tingal di hutan ini terusir, kemudian pindah ke hutan yang kita tempati sekarang.
Entahlah apa yang dilakukan manusia sebanyak ini? Karena begitu banyak kehidupan yang mati di hutan ini. Oleh karena itulah, hutan ini dinamakan Hutan Terlarang. Karena sudah banyak kehidupan yang mati di sini”
Mendengar cerita dari Ibu Ceri, anak anak itu tertunduk layu. Mereka bersedih, mereka sangat terpukul dengan keadaan itu. Karena kehidupan hutan yang telah mati itu begitu luas sekali. Ceri bahkan terlihat meneteskan air mata.
“Sudahlah kalian jangan bersedih ya! Hari sudah hampir malam. Sebaiknya kita semua pulang, karena pasti orang tua kalian sudah cemas menunggu kalian yang belum pulang sejak tadi”
Ibu Ceri berkata kepada Ceri dan temannya yang terlihat sedih. Kemudian merekapun bersiap untuk pulang. Tak lama setelah itu, mereka terbang bersama menuju rumahnya masing masing. Ibu Ceri di belakang, Ceri dan temannya terbang di depan dengan perasaan yang masih sedih.
Dalam penerbangan menuju pulang itu, Ceri bertanya dalam hatinya “Akankah pengrusakan hutan seluas itu terjadi lagi?”