Hutan Tampati terlihat rimbun dari jauh, hutan itu belum terjamah tangan manusia, artinya belum ada manusia yang menebangi pepohonannya dan membuka ladang. Di hutan itu hidup bermacam-macam binatang, namun jenis burung jauh lebih banyak dibandingkan binatang lainnya.
Seperti biasa, dikala mentari muncul dari arah timur, burung-burung berkicau bersahutan. Ayam jantan berkokok panjang dan melengking, membuat semua penduduk hutan meregangkan badannya dan menguap lebar. Penduduk hutan keluar dari sarangnya dengan mata bekerjap-kerjap, tanda matanya sedang menyesuaikan dengan cahaya matahari pagi.
Tak terkecuali burung kasuari, seekor binatang yang tak bisa lari namun perawakannya mirip burung. Burung kasuari sangat besar, beratnya bisa mencapai 50 kg dan tingginya satu meter lebih. Kakinya seperti ayam, namun bercakar 3. Cakarnya sangat tajam.
Burung kasuari sangat nakal, kemarin ia mengejar-ngejar kancil sampai kancil tercebur di sungai. Burung kasuari tertawa terbahak-bahak melihat kancil tak bisa berenang. Kancil berteriak-teriak minta tolong, sampai akhirnya gajah menolongnya. Gajah menasehati burung kasuari agar tidak mengulangi kembali perbuatannya, namun nasehat gajah tak digubrisnya. Ia masih suka mengejar-ngejar binatang lain sampai mereka kewalahan.
Burung kasuari sangat suka memakan batu-batu kecil, tujuannya untuk membantu menghancurkan makanan di temboloknya. Setiap hari, burung kasuari mencari batu-batu kecil itu.
Hari ini, burung kasuari mengincar rusa bertanduk panjang untuk dijadikan teman bermainnya. Dengan mengendap-ngendap ia mendatangi rusa yang sedang asyik mengobrol. Dan…..
” DHUAR…..” Seru burung kasuari mengagetkan rusa dan temannya.
Rusa langsung lari, badannya yang langsing dan kakinya yang kecil membuatnya lincah berlari menerobos lebatnya hutan. Burung kasuari yang berbadan besar dan hanya berkaki dua, terlihat sulit menandingi kelincahan rusa. Namun burung kasuari mempunyai tekad pantang menyerah, sehingga ia tetap mengejar rusa walaupun jauh ketinggalan.
Rusa berlari menuju puncak gunung, burung kasuari mengejarnya dengan nafas yang mulai tersengal-sengal kecapaian. Akhirnya sampai juga ia ke puncak gunung. Namun…..burung kasuari kehilagan jejak. Kelelahan berlari, burung kasuaripun beristirahat. Paruhnya terbuka, nafasnya ngos-ngosan. Ia butuh air. Di liriknya ke kanan dan ke kiri, tapi tak dilihatnya ada sungai mengalir.
Setelah rasa lelahnya hilang, burung kasuaripun berdiri mencari air. Akhirnya ia menemukan sebuah gua, dimana dari dalam gua tersebut terdengar suara gemericik air. Perlahan dimasukinya gua itu. Aneh sekali, gua yang biasanya gelap ternyata memancarkan cahaya yang sangat terang dari dalamnya.
Semakin masuk ke dalam gua, penglihatan burung kasuari semakin terang. Ia sangat takjub melihat banyak sekali batu-batu yang mengeluarkan sinar berwarna-warni. Keindahan sinar itu memantul di mata air yang mengalir pelan menjauh. Ternyata bebatuan itu adalah batu berlian.
Keindahan itu membuat burung kasuari terpukau, ia lupa dengan rasa hausnya. Yang ada adalah nafsunya untuk memakan semua batu berlian itu, maka iapun memakan dengan lahap batu berlian yang ada sampai perutnya membuncit karena kekenyangan.
Burung kasuari lupa, bahwa ia memerlukan bebatuan untuk melancarkan proses melumatkan makanan di temboloknya, bukan sebagai makanan utama. Sedangkan dari pagi tadi, burung kasuari belum makan, bahkan setelah berlari ia belum minum. Apa yang terjadi….??
” Aduhhh….Aduhhh……Perutku sakit sekali…..” Rintih burung kasuari sambil berguling-guling di tanah.
” Tolonggg…..Tolong akuuu…….” Rintihnya berulang-ulang, namun tak ada yang datang menolong.
Setelah sekian lama berguling-guling dan merintih kesakitan, akhirnya suara rintihannya terdengar oleh binatang lain yang kebetulan lewat di depan gua.
” Hei….siapa itu yang merintih meminta tolong….?? “ Monyet bertanya kepada temannya.
” Ayo kita masuk ke dalam gua, kita lihat siapa yang meminta tolong ”
” Ayo ”
Merekapun bersama-sama memasuki gua. Ketika mendapati burung kasuari yang meminta tolong, semua monyet memonyongkan bibirnya dan keluar dari gua tanpa mau menolong. Hanya seekor monyet yang tersentuh hatinya melihat burung kasuari berteriak kesakitan. Monyet yang baik hati itu berlari mengejar kawannya dan berusaha membujuk mereka untuk menolong.
” Hai teman….Janganlah kebencian kita membuat kita tak mau menolongnya ”
” Aku tidak mau menolong burung kasuari yang sombong itu ! ”
” Iya….! Aku juga tidak mau ! Tingkahnya selama ini sangat menyusahkan kita ! ”
” Semua binatang tidak ada yag menyukai burung kasuari ! ”
” Biarkan ia merasakan susah….! Jangan dibantu teman ! Ayo kita tinggalkan dia ! ”
” Ayooo…..! ”
Semua monyet sepakat untuk tidak membantu. Namun monyet yang baik hati tak berhenti membujuk temannya.
” Mengapa kalian berubah menjadi seperti burung kasuari ? ”
Perkataan monyet baik hati membuat mereka menghentikan langkah dan serentak menoleh keheranan.
” Apa maksudmu ? ”
” Iyaaa…..apa maksudmu ? “ Seru yang lain.
” Kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh burung kasuari adalah perbuatan yang tidak baik. Namun, tidak mau menolong yang sedang tertimpa kesusahan adalah juga perbuatan yang tidak baik “ Monyet baik hati menasehati temannya.
” Apakah nanti setelah kita tolong, ia akan mengulang perbuatan buruknya ?? ”
” Semoga tidak, yang penting sekarang kita menolongnya, karena ia sedang butuh pertolongan ”
Kebimbangan menyelimuti mereka, namun jerit kesakitan burung kasuari membuat hati mereka luluh. Setelah saling berpandang, akhirnya mereka berjalan kembali memasuki gua. Tanpa banyak kata mereka bergotong royong menggotong burung kasuari turun dari puncak gunung untuk pulang kembali ke rumahnya.
Sejak saat itu, burung kasuari menyadari perbuatan buruknya. Dan iapun tidak pernah mengulang perbuatannya. Kini burung kasuari menjadi binatang yang menyenangkan untuk semua temannya.
“Janganlah suka mengganggu teman dan membuatnya susah hati, karena suatu saat kita akan membutuhkan pertolongannya”
“Janganlah keburukan kita balas dengan keburukan pula”
“Memaafkan adalah sikap terpuji, namun menyadari kesalahan dan tak mengulangnya adalah jauh lebih terpuji”